11 Februari 2008

"Hari Minggu Kampus Libur"



Hari Minggu kampus libur. Tempat parkir utama kosong, dalam hari penciptaan memang sudah diatur yang Kuasa hari ketujuh untuk istirahat. Niscaya, keluarga berkumpul berbagi waktu setelah 6 hari lamanya dicuri si pekerjaan.

Rimbunnya pohon tempat berteduh beragam mahasiswa kini sepi, sendirian. Aku senang bisa terbang sesuka hati. Tanapa pandangan manusia-manusia itu. Tak perlu risih dan risau. Adakah terbangku indah? Ahh… ketenangan.

“Cuit..cwitt” Ah, siapakah yang bertamu di pohon ini? Baiklah ini bukan pohonku sendiri. Yang Kuasa menciptakannya untuk dibagi bersama makhluk hidup lainnya. Tidak seperti keluarga, yang dipersatukan dan justru tidak boleh dibagi dengan pihak-pihak asing, jelmaan si ular kutukan.

Cuit..Cwitt

“Wah..papa, papa dengal.. ada sepasang bulung belnyanyi
Meleka belnyanyi apa papa? ”,
gadis kecil berkepang dua, berbaju terusan merah menyala itu menarik tangan Bapaknya dan menunjuk ke dahan disamping kanan ku.

“Mereka sedang menyanyikan lagu cinta. Indah bukan?”
Bapak itu menaikkan si gadis kecil di bahunya.

“Papa…kalau lagu papa untuk mama?”
“Ah..nanti burung-burung itu terbang kalau papa nyanyi”.
Manusia itu beranjak dengan senyum dan pelukan

Aduh… tercuri sudah ketenanganku siang ini. Aku menyimak dengan saksama. Ali-ali nyanyian cinta, sepasang burung gereja itu sementara menggerutu dan berdebat hebat. Yang Betina marah besar mengetahui si Jantan membuatkan sangkar bagi burung betina lain yang baru saja pindah ke pohon di ujung sana, dekat gerbang masuk kampus.

Aku terbang dari dahan hijau ini, mencoba mendekati si gadis kecil. Kasihan dia..jangan mau dibodohi. Itu bukan lagu cinta tapi perkelahian sepasang burung, keluarga burung. Tapi yang keluar dari diriku hanya Cicit.. Cwuit, Si gadis kecil akhirnya berlalu sambil tersenyum bahagia. Sia-sia usahaku.

Kenapa manusia berpikir begitu mudah? Aku juga bingung. Apakah semua suara kami itu diterjemahkan sebagai lagu cinta? Astaga betapa berbahagianya aku. Sudahlah.. aku terbang lagi ke dahan tadi. Menghirup oksigen bebas dari setiap helaian daun, si kaya klorofil. Ahh.. ketenangan.

“Papa..itu mobil siapa?”

Hah..mobil? si gadis kecil itu pasti bermimpi. Sudah kubilang ini hari Minggu. Kampus libur. Mana ada mobil.

“Papa..itu boneka Wulan?
Itu kan boneka Teddy Beal.. yang ketinggalan di mobil kemarin.Itu...di dalam mobil”
Si gadis kecil menarik-narik tangan Bapaknya.

“ Mama..?”
kemudian pria itu membisu.
Mendekat ke mobil Kijang Biru milik Keluarga,
yang dikendarai istrinya.
Meninggalkan anaknya yang mulai merengek.

“Papa..tunggu wulan..Hiksss”

Wah, aku si burung dara ini seperti mendapat tontonan gratis di studio twenty one.

Aku memutuskan menghibur si gadis berkepang dua. Asih toh, semua ucapanku dianggapnya lagu cinta. Aku menukik lalu merendah berputar di sekitar si gadis berkepang dua. Dia tersenyum sebentar mendengar suaraku, tapi kau tahu apa yang kunyanyikan? Aku hanya mengeja A, B C, D, hingga Z. Aku burung dara yang pintar bukan? Jadi semua suara yang kuhasilkan bunyinya unik dan berbeda.

Senyum wulan tidak berlangsung lama. Entah kenapa dia lari menerobosku.

“Mama… Hiks..Mama, gendong wulan ma”

Hening. Hanya mata beradu.

“Wu..wulan? Kenapa disini?
Ah..Papa??”

Aku mencium adanya bahaya. Aku pun menjauh. Manusia yang marah benar juga, sangat membahayakan.

Wanita cantik yang disapa Mama oleh Wulan, barusan keluar dari Ruangan Lab. Digandeng oleh pria separuh baya. Gandengan itu terlepas dengan kikuk. Bapak Wulan mengepal tangannya dan menghancurkan kaca mobil didepannya.

Bahaya..bahaya..teriakku ke seluruh makhluk hidup di seputaran kampus. Sementara terbang menjauh aku menangkap suara lantang

” Ma, apanya yang mobil kita dipinjam menjenguk dosen di Rumah Sakit?
Ini Kampus. Atau mama kelewat pintar hingga lupa ini bukan Rumah sakit..”

Bahaya..bahaya.. aku si burung dara yang cantik, manis, menjadi tenaga sirene sukarelawan. Capek juga aku terbang keliling kampus, mana matahari juga ikut menonton hingga teriknya bukan main menyengat kami di bumi.
-- J e d a --
Warna pohonku rasanya hanya Hijau dan coklat.
Aku terbang mendekat…mulai memelan..apa aku salah mengingat rumah pohonku?
Hijau pohonku menjadi merah menyala.
Hmm..Tunggu!
Makhluk itu bergerak-gerak,
berkepang dua,
berkaki dua,
Astaga.. Bahaya.. teriakku lagi.
Terbang mempercepat..
Turun teriakku dalam ujud Citt..cuitt… Bagaimana ini.
Aku panik.

Aku terbang ke Bapak si gadis. Menarik kemejanya, topinya, entah apa saja yang bisa ditarik. Aku terbang ke wanita yang dipanggilnya Mama. Menarik rambutnya. Apa saja.. Suapaya mereka bisa melihat si gadis kecil menaiki pohonku sendirian.

Ptass… Ah..gelap..pandanganku, sayapku..

Aku sempat melihat Wanita itu menamparku dengan buku labnya yang berat. Sesaat kemudian dia berteriak histeris..

Gedubrak.. bunyi dahan patah, ah..merah menyala, disampingku.

Wulan tidak menangis namun meringis.
Dia menggenggam sangkar burung gereja yang tadi berkelahi.
Wulan tersenyum.
Dia memberikan sangkar burung gereja dan aku ke tangan Bapaknya.

“Pa..maaf neh..Cuma depe sangkal.. Bulung geleja tadi udah telbang”
‘Ma..ini ada bulung dala cantik”

‘Aahh…..Kenapa wulan??”

“Jangan malah pa Wulan neh..
Wulan.. ambe itu bulung supaya boleh ganti akang pa papa..”
Uhuk.huk..

Gumpalan darah keluar bersama batuk si gadis kecil

“Cupaya..bulung boleh menyanyi akang lagu cinta for mama deng pa..pa. “

Kemudian semuanya gelap. Entah berapa lama aku juga pingsan.. Begitu aku sadar, sayapku sudah sembuh.

=== Hari Minggu, kampus libur ===

Kemudian disinilah aku.
Kembali di kampusku, tapi bukan di pohonku. Karena pohonku sudah ditebang esoknya setelah memakan korban seorang gadis kecil.

Kemarin sore, Bapak dan Ibu Wulan melepaskan aku disini, biar bisa terbang bebas katanya. Mereka tak henti-hentinya menangis dan berangkulan.

Ah…terbang bebas? Rumah pohonku sudah hilang, ditebang kecelakaan.
Ah..mereka berbaikan? Si gadis kecil sudah hilang, dimatikan kepolosan

Hari Minggu, kampus libur.

Pandanganku kosong terhadap langit,
mulutku terkering oleh panasnya udara
Berjalan dibawah sinaran bulan
menapaki jejak-jejak langkah Yang setengah berbayang,
Menuju kemanakah aku ??


Akhir Oktober 2004

Tidak ada komentar: